23 May 2007

NABI MUHAMMAD SAW. (bagian 1)



Disadari atau tidak, wujud Tuhan pasti dirasakan oleh jiwa
manusia baik redup atau benderang. Manusia menyadari bahwa
suatu ketika dirinya akan mati. Kesadaran ini mengantarkannya
kepada pertanyaan tentang apa yang akan terjadi sesudah
kematian, bahkan menyebabkan manusia berusaha memperoleh
kedamaian dan keselamatan di negeri yang tak dikenal itu.

Wujud Tuhan yang dirasakan, serta hal-ihwal kematian,
merupakan dua dari sekian banyak faktor pendorong manusia
untuk berhubungan dengan Tuhan dan memperoleh informasi yang
pasti. Sayangnya tidak semua manusia mampu melakukan hal itu.
Namun, kemurahan Allah menyebabkan-Nya memilih manusia
tertentu untuk menyampaikan pesan-pesan Allah, baik untuk
periode dan masyarakat tertentu maupun untuk seluruh manusia
di setiap waktu dan tempat. Mereka yang mendapat tugas itulah
yang dinamai Nabi (penyampai berita) dan Rasul (Utusan Tuhan).

Jumlah mereka secara pasti tidak diketahui. Al-Quran hanya
menginforrnasikan bahwa,

"Tidak satu umat (kelompok masyarakat) pun kecuali telah
pernah diutus kepadanya seorang pembawa peringatan" (QS Fathir
[35]: 24).

Al-Quran juga menyatakan kepada Nabinya bahwa,

"Kami telah mengutus nabi-nabi sebelum kamu, di antara mereka
ada yang telah kami sampaikan kisahnya, dan ada pula yang
tidak Kami sampaikan kepadamu" (QS Al-Mu'min [40]: 78)

Al-Quran menyebutkan secara tegas nama dua puluh lima
Nabi/Rasul; delapan belas di antaranya disebutkan dalam
Al-Quran surat Al-An'am (6): 83-86, sisanya didapatkan dari
berbagai ayat.

Nabi Muhammad Saw. seperti dinyatakan Al-Quran surat Al-A'raf
(7): 158 -diutus kepada seluruh manusia, dan beliau merupakan
khataman nabiyyin (penutup para nabi) (QS Al-Ahzab [33]: 40).

Masa Prakelahiran

Al-Quran menegaskan bahwa para nabi telah pernah diangkat
janjinya untuk percaya dan membela Nabi Muhammad Saw.

"Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dan para Nabi,
'Sungguh apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan
hikmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul (Muhammad) yang
membenarkan kamu, niscaya kamu sungguh-sungguh akan beriman
kepadanya dan menolongnya.' Allah berfirman, 'Apakah kamu
mengakui dan menerima perjanjian-Ku yang demikian itu?' Mereka
menjawab, 'Kami mengakui.'" (QS Ali'Imran [3]: 81)

Dalam kaitan ini, Nabi Muhammad Saw. bersabda,

"Demi (Allah) yang jiwaku berada pada genggaman-Nya,
seandainya Musa a.s. hidup, dia tidak dapat mengelak dan
mengikutiku" (HR Imam Ahmad)

Tidak jelas kapan dan bagaimana perjanjian yang disinggung
ayat tersebut. Setidaknya, ia mengisyaratkan bahwa Allah Swt.
telah merencanakan sesuatu untuk Nabi Muhammad Saw., jauh
sebelum kelahiran beliau. Karena itu pula sementara pakar
menyatakan bahwa kematian ayah beliau sebelum kelahiran,
kepergiannya ke pedesaan menjauhi ibunya, serta
ketidakmampuannya membaca dan menulis merupakan strategi yang
dipersiapkan Tuhan kepada beliau untuk dijadikan utusan-Nya
kepada seluruh umat manusia kelak.

Bahkan ulama lain meyakini bahwa pemilihan hal-hal tertentu
berkaitan dengan beliau bukanlah kebetulan. Misalnya bulan
lahir, hijrah, dan wafatnya pada bulan Rabi'ul Awal (musim
bunga). Nama beliau Muhammad (yang terpuji), ayahnya Abdullah
(hamba Allah) , ibunya Aminah (yang memberi rasa aman),
kakeknya yang bergelar Abdul Muththalib bernama Syaibah (orang
tua yang bijaksana), sedangkan yang membantu ibunya melahirkan
bernama Asy-Syifa' (yang sempurna dan sehat), serta yang
menyusukannya adalah Halimah As-Sa'diyah (yang lapang dada dan
mujur). Semuanya mengisyaratkan keistimewaan berkaitan dengan
Nabi Muhammad Saw. Makna nama-nama tersebut memiliki kaitan
yang erat dengan kepribadian Nabi Muhammad Saw.

Al-Quran surat Al-A'raf (7): 157 juga menginformasikan bahwa
Nabi Muhammad Saw. pada hakikatnya dikenal oleh orang-orang
Yahudi dan Nasrani. Hal ini antara lain disebabkan mereka
mendapatkan (nama)-nya tertulis di dalam Taurat dan Injil (QS
Al-A'raf [7]: 157).

Menurut pakar agama Islam, yang ditegaskan oleh Al-Quran itu,
dapat terbaca antara lain dalam Pertanjian Lama, Kitab Ulangan
33 ayat 2:

"... bahwa Tuhan telah datang dari Torsina, dan telah terbit
untuk mereka itu dari Seir, kelihatanlah ia dengan gemerlapan
cahayanya dari gunung Paran."

Pemahaman mereka berdasarkan analisis berikut: "Gunung Paran"
menurut Kitab Pertanjian Lama, Kejadian ayat 21, adalah tempat
putra Ibrahim -yakni Nabi Ismail- bersama ibunya Hajar
memperoleh air (Zam-Zam). Ini berarti bahwa tempat tersebut
adalah Makkah, dan dengan demikian yang tercantum dalam Kitab
Ulangan di atas mengisyaratkan tiga tempat terpancarnya cahaya
wahyu Ilahi: Thur Sina tempat Nabi Musa a.s., Seir tempat Nabi
Isa a.s. , dan Makkah tempat Nabi Muhammad Saw. Sejarah
membuktikan bahwa beliau satu-satunya Nabi dari Makkah.

Karena itu pula wajar jika Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 146
menyatakan bahkan mereka itu mengenalnya (Muhammad Saw.),
sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka, bahkan salah
seorang penganut agama Yahudi yang kemudian masuk Islam, yaitu
Abdullah bin Salam pernah berkata, "Kami lebih mengenal dan
lebih yakin tentang kenabian Muhammad Saw. daripada pengenalan
dan keyakinan kami tentang anak-anak kami. Siapa tahu pasangan
kami menyeleweng."

Masa Prakenabian

Ada beberapa ayat Al-Quran yang berbicara tentang Nabi
Muhammad Saw. sebelum kenabian beliau. Antara lain,

"Bukankah Dia (Tuhan) mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu
Dia melindungimu, dan Dia mendapatimu bimbang, lalu Dia
memberi petunjuk kepadamu, dan Dia mendapatimu dalam keadaan
kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan?" (QS Al-Dhuha [93]:
6-8).

Beliau yatim sejak di dalam kandungan, kemudian dipelihara dan
dilindungi oleh paman dan kakeknya. Beliau hidup di dalam
keresahan dan kebimbangan melihat sikap masyarakatnya, lalu
Allah memberinya petunjuk, dan mengangkatnya sebagai Nabi dan
Rasul. Beliau hidup miskin karena ayahnya tidak meninggalkan
warisan untuknya, kecuali beberapa ekor kambing dan harta
lainnya yang tidak berarti. Tetapi Allah memberinya kecukupan,
khususnya menjelang dan saat hidup berumah tangga dengan
istrinya, Khadijah a.s.

Ayat lain yang oleh ulama dianggap berbicara tentang Nabi
Muhammad Saw. pada masa kanak-kanaknya, adalah surat Alam
Nasyrah ayat pertama:

"Bukankah Kami (Tuhan) telah melapangkan dada untukmu?"

Sebagian ulama mengartikan kata nasyrah dengan
"memotong/membedah." Memang, bila dikaitkan dengan sesuatu
yang bersifat materi, artinya demikian. Apabila dikaitkan
dengan sesuatu yang bersifat nonmateri, kata itu mengandung
arti membuka, memberi pemahaman, menganugerahkan ketenangan
dan semaknanya.

Yang mengaitkan dengan hal-hal materi berpendapat bahwa ayat
ini berbicara tentang "pembedahan" yang pernah dilakukan oleh
para malaikat terhadap Nabi Muhammad Saw. kala beliau remaja.
Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh mufasir An
-Naisaburi.

Tetapi sepanjang penelitian penulis kata tersebut dengan
berbagai bentuknya terulang sebanyak 5 kali, dan tidak satu
pun yang digunakan dengan arti harfiah, apalagi bermakna
pembedahan. Akan lebih jelas lagi jika hal itu disejajarkan
dengan ayat yang berbicara tentang doa Nabi Musa a.s. di dalam
Al-Quran.

"Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah untukku
urusanku dan lepaskanlah kekakuan lidahku, supaya mereka
mengerti perkataanku" (QS Thaha [20]: 25-28)

Selanjutnya Al-Quran menegaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. tidak
pernah membaca satu kitab atau menulis satu kata sebelum
datangnya wahyu Al-Quran.

"Engkau tidak pernah membaca satu kitab pun sebelumnya
(Al-Quran), tidak juga menulis satu tulisan dengan tanganmu,
(andai kata kamu pernah membaca dan menulis) pasti akan
benar-benar ragulah orang yang mengingkari-(mu)" (QS
Al-'Ankabut [29]: 48).

Ayat ini secara pasti menyatakan bahwa beliau Saw. adalah
orang yang tidak pandai membaca dan menulis. Banyak ulama yang
memahami bahwa kendatipun kemudian Nabi Saw. menganjurkan
umatnya belajar membaca dan menulis, namun beliau sendiri
tidak melakukannya, karena Allah Swt. ingin menjadikan beliau
sebagai bukti bahwa informasi yang diperolehnya benar-benar
bukan bersumber dari manusia, melainkan dari Allah Swt.

Ada juga ulama yang memahami bahwa ketidakmampuan beliau
membaca hanya terbatas sampai sebelum terbukti kebenaran
ajaran Islam. Setelah kebenaran Islam terbukti -setelah hijrah
ke Madinah- beliau telah pandai membaca. Menurut pendukungnya
ide ini dikuatkan antara lain oleh kata "sebelumnya" yang
terdapat pada ayat di atas.

Memang, kata ummi hanya ditemukan dua kali dalam Al-Quran (QS
Al-A'raf [7] 157 dan 158) , dan keduanya menjadi sifat Nabi
Muhammad Saw. Memang kedua ayat itu turun di Makkah, meskipun
ada juga ayat lain yang turun di Madinah menyatakan,

"Dia (Allah) yang mengutus kepada masyarakat ummiyyin (buta
huruf), seorang Rasul di antara mereka" (QS Al-Jum'ah [62]: 2)

Di sisi lain, harus disadari bahwa masyarakat beliau ketika
itu menganggap kemampuan menulis sebagai bukti kelemahan
seseorang.

Pada masa itu sarana tulis-menulis amat langka, sehingga
masyarakat amat mengandalkan hafalan. Seseorang yang menulis
dianggap tidak memiliki kemampuan menghafal, dan ini merupakan
kekurangan. Penyair Zurrummah pernah ditemukan sedang menulis,
dan ketika ia sadar bahwa ada orang yang melihatnya, ia
bermohon,

"Jangan beri tahu siapa pun, karena ini (kemampuan menulis)
bagi kami adalah aib."

Memang, nilai-nilai dalam masyarakat berubah, sehingga apa
yang dianggap baik pada hari ini, boleh jadi sebelumnya
dinilai buruk. Pada masa kini kemampuan menghafal tidak
sepenting masa lalu, karena sarana tulis-menulis dengan mudah
diperoleh.

Masa Kenabian

Pada usia 40 tahun, yang disebut oleh Al-Quran surat Al-Ahqaf
ayat 15 sebagai usia kesempurnaan, Muhammad Saw. diangkat
menjadi Nabi. Ditandai dengan turunnya wahyu pertama Iqra'
bismi Rabbik.

Sebelumnya beliau tidak pernah menduga akan mendapat tugas dan
kedudukan yang demikian terhormat. Karena itu ditemukan
ayat-ayat Al-Quran yang menguraikan sikap beliau terhadap
wahyu dan memberi kesan bahwa pada mulanya beliau sendiri
"ragu" dan gelisah mengenai hal yang dialaminya. QS Yunus
(10): 94 mengisyaratkan bahwa,

"Kalau engkau ragu terhadap apa yang Kami turunkan kepadamu,
maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca Kitab Suci
sebelum kamu (QS Yunus [10]: 94).
(bersambung 2/3)


--------------------------------------------------------------------------------WAWASAN AL-QURAN
Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat
Dr. M. Quraish Shihab, M.A.
Penerbit Mizan
Jln. Yodkali No.16, Bandung 40124
Telp. (022) 700931 Fax. (022) 707038
mailto:mizan@ibm.net




1 comment:

Anonymous said...

keren

<< Kembali ke atas